SELAMAT DATANG DI SUARA RAKYAT WONG KARANGTENGAH YANG BERISI KUMPULAN ASPIRASI,KRITIK DAN SARAN, SEMOGA BERMANFAAT

Jembatan Gantung Karangtengah

Rencananya Jembatan gantung ini akan segera dibangun jembatan permanen.

Mbanyumas Asli

Bangga dadi wong Banyumas

I Love Banyumas

Banyumas Kampung Halamanku

Wangon City

Wangon City is The Best

Letak Wangon City

Karangtengah merupakan daerah yang terletak di Kecamatan Wangon

Rabu, 26 Oktober 2016

Potensi Pemuda Untuk Desa

PEMUDA merupakan generasi penerus sebuah bangsa, kader bangsa, kader masyarakat dan kader keluarga. Pemuda selalu diidentikan dengan perubahan betapa tidak, peran pemuda dalam membangun bangsa ini, peran pemuda dalam menegakkan keadilan, peran pemuda yang menolak kekuasaan.

Sejarah telah mencatat kiprah pemuda-pemuda yang tak kenal waktu yang selalu berjuang dengan penuh semangat biarpun jiwa raga menjadi taruhannya. Indonesia merdeka berkat pemuda-pemuda Indonesia yang berjuang seperti Ir. Sukarno, Moh. Hatta, Sutan Syahrir, Bung Tomo dan lain-lain dengan penuh semangat perjuangan. 

Satu tumpah darah, satu bangsa dan satu bahasa merupakan sumpah pemuda yang di ikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1928. Begitu kompaknya pemuda Indonesia pada waktu itu, dan apakah semangat pemuda sekarang sudah mulai redup, seolah dalam kacamata negara dan masyarakat seolah-olah atau kesannya pemuda sekarang malu untuk mewarisi semangat nasionalisime. Hal tersebut di pengaruhi oleh Globalisasi yang penuh dengan tren. 

Bung Hatta & Syahrir seandainya mereka masih hidup pasti mereka menangis melihat semangat nasionalisme pemuda Indonesia sekarang yang selalu mementingkan kesenangan dan selalu mementikan diri sendiri.
Sekarang Pemuda lebih banyak melakukan peranan sebagai kelompok politik dan sedikit sekali yang melakukan peranan sebagai kelompok sosial, sehingga kemandirian pemuda sangat sulit berkembang dalam mengisi pembangunan ini. 

Peranan pemuda dalam sosialisasi bermasyrakat sungguh menurun dratis, dulu biasanya setiap ada kegiatan masyarakat seperti kerja bakti, acara-acara keagamaan, adat istiadat biasanya yang berperan aktif dalam menyukseskan acara tersebut adalah pemuda sekitar. Pemuda sekarang lebih suka dengan kesenangan, selalu bermain-main dan bahkan ketua RT/RW nya saja dia tidak tahu. 

Kini pemuda pemudi kita lebih suka peranan di dunia maya ketimbang dunia nyata. Lebih suka nge Facebook, lebih suka aktif di mailing list, lebih suka di forum ketimbang duduk mufakat untuk kemajuan RT, RW, Kecamatan, Provinsi bahkan di tingkat lebih tinggi adalah Negara. 

Selaku Pemuda kita dituntut aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, sosialisasi dengan warga sekitar. Kehadiran pemuda sangat dinantikan untuk menyokong perubahan dan pembaharuan bagi masyarakat dan negara. Aksi reformasi disemua bidang adalah agenda pemuda kearah masyarakat madani. Reformasi tidak mungkin dilakukan oleh orang tua dan anak-anak. 

jadi intinya peran pemuda sekarang ini sungguh sangat memprihatinkan, banyak pemuda sekarang yang jarang bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat sekitar padahal dari pemuda lah timbul semangat-semangat yang dapat membuat sebuah bangsa menjadi besar. Berkurangnya rasa sosialisasi di masyakat juga tidak lepas dari kecanggihan teknologi sekarang yang semuanya serba instant, mudah dan cepat tanpa harus bersusah payah. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa kenyataannya masih ada pemuda-pemuda yang mengikuti kegiatan-kegiatan masyarakat seperti menjadi panitia-panitia dalam keagamaan, sosial, perayaan dan semacamnya. 

Peran pemuda dalam masyarakat dapat ditingkatkan dengan mengadakan acara-acara atau kumpul untuk para pemudanya agar lebih bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat sekitar. Semoga cita-cita dan perjuangan para pahlawan dahulu untuk memerdekakan bangsa ini dapat terwujud dengan pemudanya yang turut berperan aktif dalam masyarakat.
 
Sumber: pemdessukosono, diolah redaksi

Jumat, 14 Oktober 2016

Suara Rakyat Desa untuk Para Penguasa

Sudah beberapa waktu berlalu sejak dicanangkannya dana desa hingga kini realisasi dari program ini ternyata masih belum bisa dinikmati oleh masyarakat luas, khususnya masyarakat di wilayah pedesaan. Program dana desa yang diharapkan bisa menjadi penggerak kehidupan ekonomi masyarakat desa masih belum jelas nasibnya tentang kapan ia akan terealisasi.
Saya memperhatikan bahwa apa yang saya lihat di desa saya beberapa tahun lalu hingga saat ini bisa dibilang tidak terlalu banyak berubah. Khususnya dalam hal kehidupan ekonomi masyarakatnya. Mata pencaharian masyarakat juga masih berkisar pada pekerjaan-pekerjaan berat seperti buruh bangunan. Selain itu, mata pencaharian sebagai petani juga masih mendominasi sebagaimana periode terdahulu. Dari sekian banyak profesi dan sumber pencaharian, penghasilan yang diperoleh masyarakat desa tidak bisa dibiang besar. Justru jumlah yang diperoleh pas-pasan dan seringkali kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Akibatnya budaya hutang kiri kanan masih sering terjadi dan terus “lestari” hingga saat ini.

Pertanyaannya, tidak adakah upaya pemerintah untuk mengubah kondisi ini? Karena saya yakin sepenuhnya bahwa banyak desa-desa lain yang mengalami situasi serupa atau bahkan lebih buruk. Hajat hidup masyarakat belum bisa secara optimal terpenuhi karena masyarakat desa masih hidup dalam banyak keterbatasan, entah itu informasi, bantuan pemerintah, ataupun bentuk-bentuk dukungan yang lain. Kami orang-orang yang tinggal di desa merasa bahwa hanya “diperhatikan” ketika memasuki masa-masa pemilihan umum baik pusat maupun daerah. Di luar itu kami hanyalah seonggok manusia yang tidak pernah diberikan perhatian barang sedikitipun. Kami masyarakat desa merindukan perhatian yang tulus dan bukan sekedar janji manis belaka. Apabila memang para wakil rakyat kami yang berada di gedung-gedung mewah tersebut memiliki semangat tulus untuk memperjuangkan nasib kami, maka kami menunggu dan sepenuhnya menunggu perbaikan taraf hidup kami. Jika memang dana desa itu ada, maka jangan berbelit-belit untuk segera merealisasikannya. Jangan mengeluarkan ribuan dalih untuk membenarkan ketidakmampuan para pejabat berwenang untuk merealisasikan hal ini. Alasan takut terjerat kasus korupsi lah, alasan birokrasi lah, dan mungkin masih ada daftar alasan lain yang sudah disipakan sebagai dalih ketidakmampuan.

Apabila memang hati para wakil rakyat kita tulus, hati para pemimpin kita bersih, maka tidak ada alasan apapun untuk menyegerakan diri bertindak demi kemakmuran rakyat. Kalau untuk memperjuangkan dana tunjangan kesejahteraan dan gedung baru saja mudah, mengapa untuk memberikan daya dukung dalam penyegeraan pencairan dana desa saja begitu sulitnya? Kalau memang ingin berbakti kepada rakyat jangan setengah hati.

Pemimpin kita di masa kini begitu mewah dalam berpenampilan. Tunjangan yang mereka dapatkan begitu mewah. Gaji yang mereka peroleh juga besar. Dari mana mereka mendapatkan semua “keenakan” itu? Dari pendidikannya yang tinggi? Dari kecerdasannya? Dari kelihaiannya berdimplomasi? Tidak! Mereka semua mendapatkan “keenakan” itu semata karena masyarakat memberikan amanah kepadanya. Itu saja. Pemberi amanah terbesar kepada para elit tersebut adalah kami orang desa yang lebih banyak dibohongi dan diberikan janji-janji palsu. Kami hanya diperhatikan ketika mereka butuh untuk mendapatkan kepercayaan kami. Namun ketika mereka sudah mendapatkan apa yang mereka perlukan maka kami dengan begitu mudahnya dilupakan. Kami diacuhkan. Kepentingan kami diabaikan begitu saja. Sungguh sangat keterlaluan.

Kalau boleh jujur, saya bahkan tidak tahu rencana apa yang dimiliki oleh pemerintah dalam memperbaiki taraf hidup masyarakatnya. Khususnya masyarakat yang tinggal di pedesaan. Mereka terlalu sibuk dengan urusan-urusan lain yang jauh dengan kami para orang desa. Jika beberapa waktu lalu Bapak Presiden Joko Widodo menyempatkan diri mengunjungi suku pedalaman, saya ingin bilang bahwa kami tidak butuh dikunjungi. Kami butuh diperbaiki taraf hidup kami. Segera. Kami muak dengan alasan-alasan yang mengemuka tanpa kejelasan. Kami butuh tindakan nyata. Slogan kerja, kerja, kerja saya kira hanya pepesan kosong belaka. Buktinya mana? Mungkin para pemimpin kita bisa menyajikan data-data statistik untuk menunjukkan prestasinya. Tapi saya sama sekali meragukan hal itu. Karena melihat sendiri kondisi desa kami yang jauh dari berdikari. Desa kami hidup tidak jauh berbeda ketika era mendiang Presiden Soeharto berkuasa, malah sebagian banyak yang mengatakan kalau zaman Pak Harto lebih baik. Kalau sudah begini siapa yang salah? Rakyat yang salah karena memilih pemimpin dan wakil-wakil seperti sekarang? Atau memang mereka yang dipilih tidak punya kompetensi untuk menunaikan amanah rakyatnya? Yang salah itu pemerintah pusatnya atau pemerintah daerahnya yang tidak bisa menjembatani kebijakan yang diberikan? Kami memiliki ratusan pertanyaan yang harus dijawab. Kami butuh bukti nyata dari pekerjaan yang dilakukan oleh para pemimpin. Setiap bulan para elit di atas sana menerima gaji dan tunjangan yang begitu wah, sedangkan kami orang desa setiap hari harus berfikir keras besok akan makan apa. Andaikan para pemimpin kita laksana Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang bahkan rela hidup dalam kesederhanaan asalkan masyarakat yang dipimpinnya hidup sejahtera. Sayangnya, kita masih belum menemukan pemimpin seperti itu saat ini.

Saya tidak tahu apakah pemimpin kita itu sebenarnya punya mata untuk melihat kondisi rakyatnya, punya telinga untuk mendengar keluh kesah kami, atau punya hati untuk merasakan kesusahan kami. Apakah pemimpin kami adalah batu yang berwujud manusia sehingga apa yang kami sampaikan tidak bermakna samasekali bagi mereka? Permintaan kami sederhana, sejahterakan kami. Kami ingin hidup dalam kedamaian dan kecukupan. Kami ingin bisa menikmati makanan tiga kali sehari. Kami ingin generasi muda kami menikmati pendidikan hingga Perguruan Tinggi. Kami orang desa adalah baris terdepan dalam kedaulatan bangsa dan dalam keberlangsungan hidup suatu bangsa. Jika kami orang desa hidup sejahtera, maka kita sebagai bangsa akan dipandang bangsa lain sebagai satu keluarga besar negara Indonesia yang hebat. Indonesia hebat yang sesungguhnya. Bukan Indonesia hebat yang sekedar menjadi jargon semata.

Apakah kami orang-orang desa harus mengulang berkali-kali apa yang kami inginkan. Kami yakin para wakil kami, pemimpin kami, mengetahui benar apa yang menjadi keinginan kami. Hanya saja kami ragu apakah pengetahuan mereka tersebut memunculkan kepedulian dari lubuk hati mereka agar tergerak untuk segera memperjuangkan nasib kami. Kami tidak bisa setiap hari mengkritik dan mengingatkan para wakil rakyat dan juga pemimpin kami. Karena kami tahu sepenuhnya bahwa mereka adalah manusia-manusia yang bermartabat. Mereka adalah manusia-manusia yang berpendidikan dengan segenap ilmu yang seharusnya bisa dimanfaatkan demi kesejahteraan rakyat yang memberikan amanah kepadanya. Kapankah kami bisa hidup lebih sejahtera?

 
Sumber : Agil S Habib, diolah redaksi KRT


Rabu, 05 Oktober 2016

Pilkades Menurut Permendagri No. 112

Kepala Desa atau sebutan lainnya adalah pejabat pemerintahan desa yang mempunyai wewenang tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga desanya dan melaksanakan tugas dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 

Pemilihan Kepala Desa dengan regulasi terbaru merujuk pada UU. Desa No. 6 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 112 tentang Pemilihan Kepala Desa dan Peraturan Daerah masing-masing Kabupaten, memiliki keunikan dan berbeda jauh dengan pelaksanaan Pilkades sebelumnya. 
Paling tidak ada 5 hal yang baru dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa : 

Pertama, Dari segi waktu, Pilkades dilaksanakan serentak satu kali atau dapat bergelombang (Permendagri 112 Pasal 2). Secara bertahap jadwal Pilkades diarahkan untuk dapat dilaksanakan serentak keseluruhan di tiap kabupaten. Manfaat dari pelaksanaan Pilkades serentak adalah kemandirian dan minim intervensi (politik) dari wilayah lain karena sama-sama melaksanakan Pilkades. 

Kedua, Dari segi jumlah calon, ada pembatasan Jumlah Calon Kepala Desa. Minimal 2 calon dan Maksimal 5 calon Permendagri Pasal 112 Pasal 23). Jika hanya ada satu calon, pemilihan ditunda dan dikutsertakan dalam Pilkades serentak berikutnya. Jika calon lebih dari 5, dilakukan seleksi sehingga calon manjadi maksimal 5 orang. 

Ketiga, Dari segi Lokasi Pemilihan (pencoblosan), diarahkan untuk dilakukan per TPS (walaupun terbuka untuk di satu lokasi) (Permendagri 112 Pasal 35). Manfaat dari dilaksanakannya Pilkades per TPS (tersebar) diharapkan dapat meningkatkan partisipasi pemilih, biaya lebih murah (mendekatkan pemilih dengan lokasi pemilihan dan meminimalisir gesekan antar pendukung.

Keempat, Dari segi biaya, Pilkades sekarang dibiayai oleh Pemerintah (Kabupaten dan Desa) (Permendagri 112 Pasal 48 ayat (1) dan (2)., Calon dilarang diminta sumbangan untuk alasan apapun. Jikapun ada pihak ketiga yang akan memberikan bantuan/sumbangan, secara aturan harus masuk dulu APBDes. 

Kelima, Pengisian kekosongan, Jika terjadi Kepala Desa berhalangan tetap, maka penggantinya dipilih melalui musyawarah desa dengan unsur perwakilan dari setiap elemen masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan. 

Saat ini, ada sesuatu yang baru dalam system pemerintahan desa. “Kepala Desa Antar Waktu”. Istilah ini baru dikenal setelah terbitnya Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa. Pasal 47, menyebutkan : (3) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipilih melalui Musyawarah Desa yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 33. (4) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan paling lama 6 (enam) bulan sejak Kepala Desa diberhentikan. (5) Kepala Desa yang dipilih melalui Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melaksanakan tugas Kepala Desa sampai habis sisa masa jabatan Kepala Desa yang diberhentikan.

Penguatan legitimasi dukungan masyarakat, dikuatkan dengan batas minimal partisipasi pemilih 50 persen tambah 1 (satu), pemilihan kepala desa di anggap sah. Jika kurang dari 50+1, maka pilkades dianggap gagal dan kembali diikutsertakan dalam Pilkades serentak berikutnya. 

Besar harapan kita sebagai masyarakat, dari proses yang demikian murah secara biaya dan demokratis secara politik dapat menghasilkan Kepala Desa yang benar-benar memenuhi harapan masyarakat. Ikhlas dan berkarya memajukan desa. Semoga.

Sumber: diolah dari berbagai sumber