SELAMAT DATANG DI SUARA RAKYAT WONG KARANGTENGAH YANG BERISI KUMPULAN ASPIRASI,KRITIK DAN SARAN, SEMOGA BERMANFAAT

Jumat, 14 Oktober 2016

Suara Rakyat Desa untuk Para Penguasa

Sudah beberapa waktu berlalu sejak dicanangkannya dana desa hingga kini realisasi dari program ini ternyata masih belum bisa dinikmati oleh masyarakat luas, khususnya masyarakat di wilayah pedesaan. Program dana desa yang diharapkan bisa menjadi penggerak kehidupan ekonomi masyarakat desa masih belum jelas nasibnya tentang kapan ia akan terealisasi.
Saya memperhatikan bahwa apa yang saya lihat di desa saya beberapa tahun lalu hingga saat ini bisa dibilang tidak terlalu banyak berubah. Khususnya dalam hal kehidupan ekonomi masyarakatnya. Mata pencaharian masyarakat juga masih berkisar pada pekerjaan-pekerjaan berat seperti buruh bangunan. Selain itu, mata pencaharian sebagai petani juga masih mendominasi sebagaimana periode terdahulu. Dari sekian banyak profesi dan sumber pencaharian, penghasilan yang diperoleh masyarakat desa tidak bisa dibiang besar. Justru jumlah yang diperoleh pas-pasan dan seringkali kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Akibatnya budaya hutang kiri kanan masih sering terjadi dan terus “lestari” hingga saat ini.

Pertanyaannya, tidak adakah upaya pemerintah untuk mengubah kondisi ini? Karena saya yakin sepenuhnya bahwa banyak desa-desa lain yang mengalami situasi serupa atau bahkan lebih buruk. Hajat hidup masyarakat belum bisa secara optimal terpenuhi karena masyarakat desa masih hidup dalam banyak keterbatasan, entah itu informasi, bantuan pemerintah, ataupun bentuk-bentuk dukungan yang lain. Kami orang-orang yang tinggal di desa merasa bahwa hanya “diperhatikan” ketika memasuki masa-masa pemilihan umum baik pusat maupun daerah. Di luar itu kami hanyalah seonggok manusia yang tidak pernah diberikan perhatian barang sedikitipun. Kami masyarakat desa merindukan perhatian yang tulus dan bukan sekedar janji manis belaka. Apabila memang para wakil rakyat kami yang berada di gedung-gedung mewah tersebut memiliki semangat tulus untuk memperjuangkan nasib kami, maka kami menunggu dan sepenuhnya menunggu perbaikan taraf hidup kami. Jika memang dana desa itu ada, maka jangan berbelit-belit untuk segera merealisasikannya. Jangan mengeluarkan ribuan dalih untuk membenarkan ketidakmampuan para pejabat berwenang untuk merealisasikan hal ini. Alasan takut terjerat kasus korupsi lah, alasan birokrasi lah, dan mungkin masih ada daftar alasan lain yang sudah disipakan sebagai dalih ketidakmampuan.

Apabila memang hati para wakil rakyat kita tulus, hati para pemimpin kita bersih, maka tidak ada alasan apapun untuk menyegerakan diri bertindak demi kemakmuran rakyat. Kalau untuk memperjuangkan dana tunjangan kesejahteraan dan gedung baru saja mudah, mengapa untuk memberikan daya dukung dalam penyegeraan pencairan dana desa saja begitu sulitnya? Kalau memang ingin berbakti kepada rakyat jangan setengah hati.

Pemimpin kita di masa kini begitu mewah dalam berpenampilan. Tunjangan yang mereka dapatkan begitu mewah. Gaji yang mereka peroleh juga besar. Dari mana mereka mendapatkan semua “keenakan” itu? Dari pendidikannya yang tinggi? Dari kecerdasannya? Dari kelihaiannya berdimplomasi? Tidak! Mereka semua mendapatkan “keenakan” itu semata karena masyarakat memberikan amanah kepadanya. Itu saja. Pemberi amanah terbesar kepada para elit tersebut adalah kami orang desa yang lebih banyak dibohongi dan diberikan janji-janji palsu. Kami hanya diperhatikan ketika mereka butuh untuk mendapatkan kepercayaan kami. Namun ketika mereka sudah mendapatkan apa yang mereka perlukan maka kami dengan begitu mudahnya dilupakan. Kami diacuhkan. Kepentingan kami diabaikan begitu saja. Sungguh sangat keterlaluan.

Kalau boleh jujur, saya bahkan tidak tahu rencana apa yang dimiliki oleh pemerintah dalam memperbaiki taraf hidup masyarakatnya. Khususnya masyarakat yang tinggal di pedesaan. Mereka terlalu sibuk dengan urusan-urusan lain yang jauh dengan kami para orang desa. Jika beberapa waktu lalu Bapak Presiden Joko Widodo menyempatkan diri mengunjungi suku pedalaman, saya ingin bilang bahwa kami tidak butuh dikunjungi. Kami butuh diperbaiki taraf hidup kami. Segera. Kami muak dengan alasan-alasan yang mengemuka tanpa kejelasan. Kami butuh tindakan nyata. Slogan kerja, kerja, kerja saya kira hanya pepesan kosong belaka. Buktinya mana? Mungkin para pemimpin kita bisa menyajikan data-data statistik untuk menunjukkan prestasinya. Tapi saya sama sekali meragukan hal itu. Karena melihat sendiri kondisi desa kami yang jauh dari berdikari. Desa kami hidup tidak jauh berbeda ketika era mendiang Presiden Soeharto berkuasa, malah sebagian banyak yang mengatakan kalau zaman Pak Harto lebih baik. Kalau sudah begini siapa yang salah? Rakyat yang salah karena memilih pemimpin dan wakil-wakil seperti sekarang? Atau memang mereka yang dipilih tidak punya kompetensi untuk menunaikan amanah rakyatnya? Yang salah itu pemerintah pusatnya atau pemerintah daerahnya yang tidak bisa menjembatani kebijakan yang diberikan? Kami memiliki ratusan pertanyaan yang harus dijawab. Kami butuh bukti nyata dari pekerjaan yang dilakukan oleh para pemimpin. Setiap bulan para elit di atas sana menerima gaji dan tunjangan yang begitu wah, sedangkan kami orang desa setiap hari harus berfikir keras besok akan makan apa. Andaikan para pemimpin kita laksana Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang bahkan rela hidup dalam kesederhanaan asalkan masyarakat yang dipimpinnya hidup sejahtera. Sayangnya, kita masih belum menemukan pemimpin seperti itu saat ini.

Saya tidak tahu apakah pemimpin kita itu sebenarnya punya mata untuk melihat kondisi rakyatnya, punya telinga untuk mendengar keluh kesah kami, atau punya hati untuk merasakan kesusahan kami. Apakah pemimpin kami adalah batu yang berwujud manusia sehingga apa yang kami sampaikan tidak bermakna samasekali bagi mereka? Permintaan kami sederhana, sejahterakan kami. Kami ingin hidup dalam kedamaian dan kecukupan. Kami ingin bisa menikmati makanan tiga kali sehari. Kami ingin generasi muda kami menikmati pendidikan hingga Perguruan Tinggi. Kami orang desa adalah baris terdepan dalam kedaulatan bangsa dan dalam keberlangsungan hidup suatu bangsa. Jika kami orang desa hidup sejahtera, maka kita sebagai bangsa akan dipandang bangsa lain sebagai satu keluarga besar negara Indonesia yang hebat. Indonesia hebat yang sesungguhnya. Bukan Indonesia hebat yang sekedar menjadi jargon semata.

Apakah kami orang-orang desa harus mengulang berkali-kali apa yang kami inginkan. Kami yakin para wakil kami, pemimpin kami, mengetahui benar apa yang menjadi keinginan kami. Hanya saja kami ragu apakah pengetahuan mereka tersebut memunculkan kepedulian dari lubuk hati mereka agar tergerak untuk segera memperjuangkan nasib kami. Kami tidak bisa setiap hari mengkritik dan mengingatkan para wakil rakyat dan juga pemimpin kami. Karena kami tahu sepenuhnya bahwa mereka adalah manusia-manusia yang bermartabat. Mereka adalah manusia-manusia yang berpendidikan dengan segenap ilmu yang seharusnya bisa dimanfaatkan demi kesejahteraan rakyat yang memberikan amanah kepadanya. Kapankah kami bisa hidup lebih sejahtera?

 
Sumber : Agil S Habib, diolah redaksi KRT


0 komentar:

Posting Komentar